Bisa dibilang saya salah satu yang berekspektasi tinggi terhadap K-Dramanya Suzy yang terbaru, yaitu Start-Up. Cerita yang judulnya seharusnya menggambarkan bisnis yang lagi digandrungi ini, ternyata penuh dengan romansa yang hampir menguasai 70% dari keseluruhan kisahnya.
Terlalu jauh kalau mau disandingkan dengan kisah bisnis start-up di The Social Network atau bahkan The Intern sekalipun. Dal Mi pun dibuat terkesan tidak tahu bagaimana cara menjadi CEO karena hanya bermodalkan mimpi, namun yang terjadi justru banyaknya kesalahan dasar saat di Samsan Tech.
Walaupun ini hanya sebuah drama dan hanya menyuguhkan hiburan, tapi tentu saja menarik untuk membicarakan fakta dan cerita tentang dunia start-up sesungguhnya. Biar ngga sekedar hanya drama numpang lewat dan ngga ngasih pelajaran apa-apa terutama karena temanya tentang bisnis.
Eniwei, tulisan ini tidak berusaha mendiskreditnya karakternya ya. Tapi ya emang, saya kecewa si Dal Mi ngga sama Ji Pyeong *loh. Jadi di postingan ini, tentunya akan sangat men-highlight kesalahan yang dibuat Dal Mi, yang menurut saya fatal banget saat menjadi CEO Samsan Tech.
Jangan heran juga kalau karakter Ji Pyeong (Kim Seon-Ho) menjadi naik daun, ya karena semua tips bisnis yang disampaikan dia memang benar sesuai dengan kenyataan yang ada. Makanya, saya sendiri bete lihat Dal Mi yang serampangan sekali menjalankan bisnis hahaha.
Harus Rasional Jangan Emosional
Paham banget kalo Dal Mi ini masih sangat muda dan masih belum berpengalaman. Tapi yang namanya jadi CEO, memang ngga mudah. Ada banyak keputusan yang diambil berdasarkan data, analisa, dan fakta.
Keputusan awal dia ingin memiliki start-up aja udah salah. Punya tujuan hanya untuk mengalahkan kakaknya dan malah berkeinginan menjadi Steve Jobs. Ya mohon maaf kakak, hanya dengan dasar emosi seperti itu tentunya ngga akan membantu kita menjadi CEO dengan pemikiran strategis.
Bahaya banget kalau segala keputusan tidak dipikir matang-matang. Malah kecenderungannya hanya mengikuti emosi dan perasaan semata. Wajar sih ya, perempuan memang dikenal dengan makhluk yang mengutamakan perasaan. Tapi sekali lagi, setiap keputusan yang dijalankan tentunya harus dengan visi yang kuat dan memahami tren yang ada.
Percayalah, berlayar tanpa peta tidak akan membuatmu kemana-mana dan malah menghabiskan waktu untuk menemukan jalan yang benar.
Jadi hal yang seharusnya dilakukan adalah berpikir dengan matang sebelum menentukan segala sesuatu. Analisa dengan baik dan jangan lupa dengan data fakta yang ada. Segala hal yang menjadi keputusan kita, tentunya akan mendatangkan banyak konsekuensi. Baik ataupun buruk.
Merasionalilasi keputusan juga penting. Temukan banyak data yang akan membantu kita untuk menentukan hal-hal penting dalam membuat keputusan. Jangan bisanya nangis-nangis mulu kaya Dal Mi.
Tidak Tahu Model Bisnis
Nam Do San yang sudah 2 tahun menjadi CEO Samsan Tech aja masih ngga paham dengan model bisnis. Ya kali perusahaan udah jalan 2 tahun mereka ngga makan dan ngga gajian. Bisanya ngabisin uang investasi bapaknya aja karena ngga bisa menghasilkan uang dari produk yang dibuat. Ini fatal sih.
Kejadian juga saat Dal Mi ditunjuk menjadi CEO. Hanya berbekal kepercayaan Nam Do San, Dal Mi bingung mencari investor untuk mendanai perusahaannya. Padahal, kalau dia punya model bisnis yang jelas, seharusnya lebih mudah mendapatkan investor.
Parahnya lagi, keputusan membuat produk juga tidak disertai riset yang mendalam. Berapa banyak kebutuhan dana investasi teknologinya, berapa banyak pertumbuhan usernya, dan bagaimana menghasilkan uang dari produk tersebut.
Well, ini bisnis. Bukan charity yang bisa mendanai segitu banyaknya untuk sebuah produk yang ongkos produksinya saja sudah segitu mahalnya. Bagus sih ya produknya. Tapi sekali lagi, bisnis adalah bisnis.
Keberhasilan suatu bisnis, salah satunya dipengaruhi oleh model bisnis. Tanpa adanya model bisnis yang digunakan oleh suatu perusahaan, mustahal untuk bisa bertahan hanya dengan dana yang diberikan oleh investor. Karena bagaimanapun, suatu bisnis harus menghasilkan uang dan keuntungan.
Tidak Belajar Banyak Sebelum Menjadi CEO
Memang kelihatan cerdas dan niat belajarnya ada saat Dal Mi mengirimkan ratusan pertanyaan kepada mentornya. Akan tetapi, ada alasan kenapa seorang CEO harus mumpuni dalam pendidikan, terutama pendidikan master di bidang bisnis.
Back to basic start-up, hal utama yang dilihat oleh investor selain bisnisnya itu sendiri, adalah para Founder dan CEO. Apakah mereka berkompeten secara teknis maupun pengalaman dan juga background pendidikan. Karena apa, agar pada saat benar-benar menjalankan bisnisnya, semua bisa dipahami secara cepat dan tidak menghabiskan waktu untuk belajar semalam suntuk bahkan bertanya hal dasar kepada mentor.
Jadi, seharusnya yang dilakukan Dal Mi adalah sekolah pendidikan tinggi lebih dulu dan memahami dasar-dasar perencanaan bisnis dan manajemen. Sehingga, dia tidak terseok-seok mengikuti ritme dunia usaha yang sangat dinamis.
Tidak Tahu Cara Mendapatkan Investor
Salah satu hal penting yang harus dimiliki CEO adalah analisa keuangan yang termasuk didalamnya adalah modal usaha. Bagaimana bisnis dan perusahaan ini akan berjalan, bagaimana menutup biaya yang ditimbulkan selama proses awal perusahaan berjalan serta jangka panjangnya.
Parahnya, Dal Mi tidak mengetahui bahwa biaya untuk pengembangan produk yang sedang dibuat bertambah besar seiring dengan pertumbuhan user. Lebih parahnya lagi, dia ngga tahu bagaimana cara mendapatkan uang. Baik dari hasil margin monetize produk dan juga cara mencari investor.
Alih-alih mencari network sebanyak-banyaknya dan mencari VC yang tepat untuk elevator pitch, dia malah mencari dana CSR yang biasanya sangat susah didapatkan. Bahkan sebetulnya, ngga perlu deh sampe harus mengejar-ngejar sampe ngobrol sekian lama karena sudah bisa ditebak, itu useless. Tidak dalam waktu dan kondisi yang tepat untuk membicarakan investasi ribuan dolar walaupun bentuknya hanya dana hibah.
Proses untuk mendapatkan investasi pun tidak bisa selesai dalam satu dua minggu, ada banyak paperwork dan due diligence yang harus diselesaikan. Jadi ya, plis jangan sembrono seperti itu ya. Pastikan punya list network yang bagus dan pahami produk dengan baik supaya mudah menjelaskan saat pitching bisnis.
Harus Belajar Sales dan Marketing
Ketika tim hanya terdiri dari 5 orang, 3 orang diantaranya adalah developer dan sisanya adalah desainer, maka garda terdepan penjualan menjadi tanggung jawab CEO.
Dimana-mana, bisnis adalah tentang berapa banyak produk tersebut terjual sehingga menguasai pasar. Tidak ada penjualan maka produk dan bisnis akan gagal.
Cara untuk mendapatkan penjualan, tentunya dengan melakukan pemasaran. Alih-alih menyusun strategi pemasaran, Dal Mi malah melemparkan tanggung jawab kepada orang ketiga. Keren sih idenya dan memang bisa viral. Tapi tentu saja, Dal Mi harus tahu apa yang akan dilakukan orang pihak ketiga ini sebelum melakukan eksekusi. Tidak serta merta pasrah saja dengan hasilnya.
Penyusunan strategi pemasaran ini penting, karena merupakan ujung tombak penjualan. Tanpa pemasaran, jangan harap mendapatkan penjualan. Pahami dulu bagaimana melakukan pemasaran dengan biaya rendah namun memiliki impact tinggi.
Pemasaran pun harus dilakukan secara berkesinambungan untuk mempertahankan merek. Bukan karena viral, lalu user bertambah, kemudian pemasaran berhenti. Karena bagaimanapun, kita tidak dapat selalu mengandalkan investor untuk bertahan.
Bukan Pemegang Saham Terbesar
Fatal banget bagi seorang CEO apabila tidak menjadi pemegang saham terbesar di antara semuanya. Umumnya, CEO sebuah start-up adalah pendiri, jadi memang wajar jika kendali ada di bawah CEO.
Hal ini juga sudah pernah dibahas dan malah menjadi romantisasi Do San ke Dal Mi yang akan selalu mendukungnya. Masalahnya bukan itu, begitu diakuisisi, ternyata Dal Mi malah menjadi korban yang tidak memiliki hak atas apapun karena nilai sahamnya yang tidak bernilai.
Makanya, plis jangan kepedean dengan hal-hal yang tidak umum. Karena pada umumnya, hal yang umum itu sudah terbukti bagaimana efeknya untuk masa depan perusahaan.
Kita belum bicara banyaknya kasus founder dan co-founder yang berselisih paham karena saham ini. Tapi yang pasti, semua harus terbuka, adil, dan mengutamakan kepentingan perusahaan di masa depan. Maka, jalinlah sebuah kerja sama yang baik dan selalu jelas di atas kertas.
Tidak Memahami Aspek Legalitas
Well, ini adalah puncak dari semua ketidaktahuan Dal Mi yang harusnya menjadi pelajaran bagi kita semua. Sesuatu yang too good to be true, justru harus dipertanyakan dan dianalisa lebih dalam. Mendapatkan investor tentunya harus dibarengi dengan pemahaman makna akuisisi tersebut.
Mendapatkan investor memang tidak mudah tapi juga tidak segampang itu, apalagi dengan nilai investasi yang cukup besar. Kepolosan dan kebodohan akan mudah dimanfaatkan oleh investor kalau kita tidak tahu apa apa.
Aspek legalitas yang sangat penting ini juga jangan diabaikan. Semua harus tergambar jelas, hitam putih di atas kertas. Kita orang Indonesia terbiasa dengan sifat kekeluargaan dan cenderung mengabaikan hal ini. Padahal ini penting dan perlu banget.
Makanya, sebisa mungkin memiliki konsultan hukum baik freelance, intern, bahkan fulltime untuk menyelesaikan perkara agar tidak menjadi kerugian di kemudian hari.
(BONUS) Jangan Mengabaikan Mentor
Memiliki mentor itu sangat sangat beruntung loh, apalagi mentornya kaya Ji Pyeong yang paham seluk bisnis dan berpengalaman. Apa jadinya si Dal Mi kalo ngga ada Ji Pyeong, dalam sebulan pasti mereka akan diusir dari Sandbox karena ngga dapet investor.
Hampir semua tindakan dilakukan atas saran dari Ji Pyeong, tapi tidak untuk yang terakhir. Makanya, kalo ada mentor kaya Ji Pyeong itu disayang-sayang *eh. Maksudnya didengarkan, karena harusnya bisa menjadi lebih mudah, ngga perlu mulai dari nol.
Tingkat kesuksesan bisnis pasti tinggi karena kita sudah tahu apa yang harus dilakukan karena mentor pasti punya sederet best practice yang sudah terbukti sukses. Kualat sih Dal Mi *apaa sih wkwkwkw.
Saya tahu Sandbox itu penting untuk developer dan juga untuk para startup yang baru berdiri. Jatuh dan bangkit adalah konsep yang bagus. Tapi dalam pandangan saya, kalau kita sudah belajar cara menjadi CEO yang baik, maka hal-hal (drama) tersebut harusnya tidak terjadi.
Tahu ngga sih, kalau 90% start-up itu gagal. Gede banget angkanya. Jadi, jika ingin masuk dalam kategori 10% yang paling tidak bisa bertahan lebih dari 5 tahun, jangan banyak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu. Terutama dari kesalahan dasar yang dilakukan Dal Mi dan tidak belajar dengan baik dari mentornya.
Banyak belajar, cepat mengambil keputusan, dan berpikir stratejik adalah kuncinya. Terakhir, tentu saja harus banyak berdoa hehehe.
Jiah Al Jafara says
Intinya karena dikasih mentor, harusnya dimanfaatkan dengan baik. Dal Mi sih malah pilih Do San. Kan lebih masuk akal Pak Han, hahaha
Nining says
huwaaaa mbak, gegara Dal Mi pecah telor ya hiatus blog ini. Dan yaaa namanya juga drama, semua hanya menjual mimpi.
Aku pun kaget waktu dia nyari dana CSR itu, aku yg gak paham dunia bisnis aja melongo dibuatnya.
Enny Law says
Wow, bagus ulasannya meski gak tahu filmnya, wkwkwk. Tapi bisa buat pengetahuan buat aku, hihihi
Aswinda utari says
Wah, setuju banget aku sama most point yg disampaikan mba. Sejujurnya, aku jg tim yg gak setuju dg prinsip ‘berlayar tanpa peta’. Dibeberapa moment sih bs dilakukan. Tp untuk bisnis perlu perhitungan banget untuk langkah ke depan. Makanya aku tim realisitis aja aka tim ji pyong. Haha
Yulia Rahmawati says
Menarik Mbak, tp memang data dan fakta itu seringkali diabaikan, kurang dipelajari secara mendalam, lebih banyak mengedepankan perasaan dlm bisnis. Memahami target audience tidak cukup sekilas, memang harus fokus, dan setuju banget mengenai manajemen, sistem manajemen ini sangat penting dlm berbisnis. Banyak perusahaan yg gugur krn sistem manajemennya yg amburadul.
Kalau dramanya, saya belum minat nonton tp nyimak di feed medsos yg debat ngeributin pemeran cowoknya, eh gabut banget ya saya, hehehe…
Kurnia amelia says
Dari awal aku lebih milih pak Han soale ya realistis aja ya hahaha dan dari drama ini aku lebih banyak ambil pelajaran hidup dari dia. Makanya gak heran kalau di dunia nyata pak Han banyak dukungan karena karakternya.
Terus ya kesel juga dengan sikap mereka yang ga menghargai mentor, dilupain gt aja terus ya kenapa ga dibahas tentang surat itu padahal menurutku ini penting juga.
Dian farida ismyama says
Wow 90% start up gagal? Angkanya besar juga ya. Hmm. Iya Dalmi pendidikan SMA, jadi CEO. Berarti hampir bisa dikatakan ga mungkin ya
Akarui Cha says
Intinya, mwngabaikan mentor dan terlalu banyak drama itu nggak baik ya.
Nurul Dwi Larasati says
Dal Mi, baca tuh tulisan yang udah pengalaman di start up. 😄 Jangan cuma karena suka tangan yg besar aja. Tim Anak Baik.